Perusahaan petrokimia terancam mati jika harga gas masih tinggi


Merdeka.com - Harga gas untuk industri di Tanah Air saat ini mencapai sekitar USD 12 per MMbtu (Million Metric British Thermal Unit). Harga ini jauh lebih mahal dibanding negara ASEAN lainnya seperti Singapura. Padahal, Indonesia selama ini merupakan negara eksportir gas.

Kondisi ini dikeluhkan banyak industri, salah satunya PT Kaltim Parna Industri (KPI). Pabrik amoniak KPI atau pabrik petrokimia ini menggunakan gas bumi sebagai bahan baku. Bahkan, perseroan sudah menerapkan teknologi dengan tingkat efisiensi yang cukup tinggi.

Sistem pengoperasian sudah pabrik didesain dengan automatic system menggunakan fasilitas advanced process control pada saat kondisi normal. Meski demikian, seiring dengan turunnya berbagai harga komoditi beberapa waktu terakhir ini, tak terkecuali harga amoniak di pasar dunia, maka kendala yang dihadapi oleh KPI saat ini adalah tingginya harga bahan baku (gas alam) yang dibayar oleh KPI.

Akibatnya perusahaan sangat sulit bersaing dengan perusahaan lain terlebih dengan perusahaan luar negeri sejenis yang memproduksi amoniak.

"Tentunya apabila pemberlakuan harga gas yang tinggi ini berlanjut terus akan mengancam kelangsungan perusahaan ini. Tidak dapat dipungkiri, ancaman kelangsungan perusahaan yang telah turut membangun bangsa Indonesia ini, juga menjadi ancaman bagi Bangsa Indonesia," ucap Direktur Teknis PT Kaltim Parna Industri, Hari Supriadi di Jakarta, Jumat (23/9).

Menurutnya, jika harga gas bisa lebih murah, maka perusahaan dapat lebih berperan lagi di dalam program-program pemerintah di antaranya, meningkatkan peran dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan melalui Corporate Social Responsibilty (CSR), melakukan kerja sama dalam bidang pendidikan dan teknologi dengan institusi-institusi seperti perguruan tinggi dan lain sebagainya.

"Ini menjadi suatu kebanggan bagi bangsa Indonesia, bilamana kita dapat bersaing, bahkan menjadi pemenang dalam pasar di Asia Pasific, terutama dalam industri petrokimia. Beberapa perusahaan asing telah belajar banyak di KPI, namun mereka bisa menjadi lebih besar dikarenakan harga bahan baku di negaranya jauh lebih rendah di banding dengan harga bahan baku (gas alam) yang dibayarkan oleh perusahaan swasta nasional ini," katanya.

Dengan harga bahan baku (gas alam) yang wajar dengan tingkat keekonomian yang sesuai dengan industri amoniak, maka KPI sebagai produsen Ammonia di Indonesia, berencana untuk mengembangkan unit bisnis seperti Soda Ash plant, Ammonium Nitrate, Caprolactam, Dry Ice plant.

"Hal ini akan menyerap banyak tenaga kerja baik tenaga ahli maupun tenaga non ahli dari seluruh penjuru nusantara, terlebih pada penduduk local di sekitar pabrik itu sendiri," kata Hari.

Sejak mulai berproduksinya pada tanggal 14 September 2001, pabrik amoniak PT Kaltim Parna Industri berperan yang besar dalam meningkatkan roda perekonomian di Indonesia seperti, peningkatan ekspor amoniak, penyediaan kebutuhan amoniak dalam negeri, penerimaan pajak negara, pelestarian lingkungan, pendidikan dan penambahan lapangan kerja serta adanya multiplayer effect di sektor regional.

"Saat ini PT Kaltim Parna Industri adalah satu-satunya pabrik amoniak yang dimiliki swasta nasional di Indonesia. Hal ini merupakan aset nasional yang harus dikelola dan dipelihara dengan baik."

Menurutnya, KPI menjadi salah satu industri petrokimia yang terbaik dalam penanganan masalah keselamatan kerja. Mengingat, industri amoniak mempunyai dampak potensi bahaya besar apabila tidak dikelola dengan baik dan cerdas dengan mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja.

"Kegagalan pengelolaan safety di industri petrokimia dapat mengakibatkan bencana yang fatal, seperti kejadian di Bopal India beberapa tahun lalu," katanya.